Spiritualisme Slavia
Vampir Slavia merupakan cerita hantu yang mendasari konsep vampir dalam budaya populer. Kepercayaan vampir dalam budaya Slavia Berakar dari kepercayaan spiritual yang dipraktikkan secara luas sebelum masuknya agama Kristen, juga dipengaruhi oleh pemahaman mereka tentang kehidupan setelah mati. Meskipun tidak banyak tulisan dari masa pra-kristen yang menceritakan "Agama Lama", banyak orang Slavia yang tetap meneruskan kepercayaan pagan bahkan setelah daerah mereka dikristenkan. Beberapa contohnya adalah pemujaan leluhur, roh yang menghuni rumah, dan kepercayaan tentang Arwah setelah mati.
Dalam masyarakat Slavia pra-industri, setan dan roh dipercaya berperan dalam kehidupan manusia. Beberapa roh ikut membantu manusia sementara yang lainnya mengganggu manusia. Contohnya adalah Domovoi, Rusalka, Vila, Kikimora, Poludnitsa, dan Vodyanoy. Roh-roh ini juga dianngap berasal dari leluhur atau mansuia tertentu yang telah mati. Roh-roh itu bisa muncul dalam berbagai wujud, termasuk wujud manusia dan berbagai jenis hewan. Beberapa roh juga bisa melakukan sesuatu untuk melukai manusia, misalnya menenggelamkan orang, menghalangi panen, atau mengisap darah makhluk hidup dan kadang-kadang manusia. Oleh kerena itu, orang-orang Slavia biasanya berusaha untuk tidak membuat roh-roh itu marah supaya tidak diganggu.
Kepercayaan Slavia sangat membedakan arwah dan tubuh. Arwah tidak langsung musnah begitu tubuh seseorang mati, tetapi akan keluar dan bergentayangan di lingkungan rumah dan tempat kerjanya selama 40 hari sebelum akhirnya pergi ke dunia lain. Oleh karena itu, pada masa-masa tersebut jendela atau pintu bisanya dibuka untuk memudahkan arwah keluar. Dalam masa 40 harinya, arwah bisa membawa keberkahan atau bahkan kejahatan pada lingkunannya. Selain itu arwah juga bisa memasuki mayat orang lain. Kematian seorang anak yang belum dibaptis, korban pembunuhan sadis, atau seorang pendosa (pembunuh atau dukun) dipercaya menghasilkan arwah yang tidak bersih. Arwah juga bisa menjadi tidak bersih jika jenazahnya tidak diberikan pemakaman yang layak. Selain itu, jenazah yang tidak dikuburkan dengan layak, juga bisa dimasuki oleh arwah lain yang tidak bersih. Arwah yang tidak bersih sangat ditakuti oleh orang Slavia karena bisa melakukan balas dendam.
Kepercayaan Slavia mengenai kematian dan arwah tersebut menjadi cikal-bakal dari konsep vampir. Vampir merupakan mayat yang dikuasai oleh arwah yang tidak bersih sehingga menjadi mayat hidup. Mayat hidup ini dianggap jahat dan membutuhkan darah makhluk hidup untuk meneruskan eksistensinya. Walaupun konsep vampir ini ada sedikit penyimpangan di negara-negara Slavia dan beberapa negara tetangga mereka, sangat mungkin bahwa kepercayaan vampir berasal dari spiritualisme Slavia sejak masa pra-Kristen.
Patologi
Pembusukan
Paul Barber dalam bukunya Vampires, Burial and Death menjelaskan bahwa cerita vampir berasal dari masyarakat pra-industri, yang tidak memahami secara benar mengenai proses kematian dan pembusukan tubuh manusia.
Tingkat pembusukan bervariasi tergantung pada suhu dan komposisi tanah, dan banyak dari tanda-tanda itu tidak diketahui oleh orang-orang pada masa itu. Hal ini membuat orang-orang berpikir bahwa jika suatu mayat tidak membusuk sama sekali atau tidak menampakkan tanda-tanda pembusukan maka mayat itu adalah vampir. Mayat membengkak akibat dari gas hasil pembusukan yang terakumulasi dalam tubuh, dan tekanan yang tinggi menyebabkan darah keluar dari Hidung dan mulut. Ini menjadikan mayat terlihat "gemuk" dan berwarna "merah". Dulu, mayat seperti inilah yang dituduh sebagai vampir, apalagi jika semasa hidupnya orang tersebut Berbadan kurus atau pucat. Dalam kasus Arnold Paole, mayat seorang perempuan tua digali dan menurut tetangganya, mayat itu terlihat lebih gemuk dan sehat daripada ketika masih hidup. Darah yang keluar dari mayat memberi kesan bahwa mayat itu sudah melakukan kegiatan vampir (mengisap darah). Kulit yang menjadi gelap juga disebabkan oleh pembusukan. Penusukan suatu mayat yang membusuk akan menyebabkan gas yang terakumulasi dalam tubuh mayat menjadi keluar. Ketika gas melewati pita suara, akan terdengar suara seperti erangan. Hal ini semakin meningkatkan takhayul vampir.
Setelah meninggal, kulit dan gusi kehilangan cairan dan mengkerut, sehingga akar rambut, kuku, dan bahkan gigi yang tersembunyi dalam rahang menjadi terlihat. Ini memicu kepercayaan bahwa rambut, kuku, dan gigi masih tumbuh. Pada tahap tertentu, kuku dan kulit mayat akan terlepas, seperti dilaporkan dalam kasus Plogojowitz—kulit dan kuku yang berada di balik lapisan yang terkelupas dianggap sebagai "kulit dan kuku baru".
Penguburan prematur
Ada pendapat bahwa legenda vampir dipengaruhi oleh penguburan dini, yaitu proses penguburan orang-orang yang masih hidup. Dulu, ketika pengetahuan medis belum terlalu berkembang, beberapa orang yang masih hidup dikira telah meninggal dan akhirnya dikubur hidup-hidup. Dalam beberapa kasus, orang-orang melaporkan adanya suara dari dalam peti mati, ketika kuburannya digali, ditemukan adanya bekas kuku pada peti mati, menunjukkan bahwa orang di dalamnya berusaha untuk keluar. Dalam kasus lainnya, korban penguburan dini akan berusaha keluar dengan cara membenturkan kepala, wajah, atau hidung mereka sampai berdarah dan itu akan membuat mereka tampak seperti telah mengisap darah. Yang menjadi masalah dari teori ini adalah bagaimana para korban penguburan dini bisa bertahan hidup dalam jangka waktu tertentu tanpa makanan, air, dan udara yang cukup. Penjelasan Alternatif lainnya untuk suara dari dalam kubur adalah gelembung gas yang dihasilkan oleh proses pembusukan alami. Sementara penyebab lainnya dari makam yang acak-acakan adalah perampokan makam.
Penyakit menular
Cerita vampir telah dikaitkan dengan kematian yang disebabkan oleh penyakit yang misterius dan tidak diketahui, biasanya yang terjadi dalam suatu keluarga atau komunitas kecil. Epidemi jelas terjadi dalam kasus Peter Plogojowitz dan Arnold Paole, dan bahkan dalam kasus Mercy Brown serta dalam kepercayaan vampir di New England, yaitu ketika suatu penyakit tertentu, tuberkulosis, diasosiasikan dengan munuculnya vampirisme. Seperti juga penyakit pes yang menyebabkan rusaknya jaringan paru-paru sehingga darah mengalir di bibir.
Porfiria
Pada tahun 1985, seorang biokimiawan David Dolphin mengajukan sebuah pendapat mengenai kaitan antara penyakit porfiria dengan cerita vampir. Kondisi porfiria dikendalikan oleh heme, sehingga David berpendapat bahwa konsumsi darah dalam jumlah besar bisa mengakibatkan Heme entah bagaimana melewati dinding perut dan bergerak menuju aliran darah. Jadi menurutnya vampir hanyalah penderita porfiria yang berusaha mencari heme pengganti untuk meringankan gejalanya. Teori ini telah ditolak secara medis karena pendapat bahwa penderita porfiria membutuhkan heme dalam darah, atau bahwa konsumsi darah dapat mengurangi gejala porfiria, didasarkan pada kesalahpahaman tentang penyakit itu. Selain itu, Davis sendiri sebenarnya bingung dalam membedakan antara vampir dalam fiksi (pengisap darah) dengan vampir dalam cerita rakyat, yang banyak di antaranya tidak meminum darah Penyakit itu juga dikaitkan dengan kepekaan vampir terhadap cahaya, namun sifat vampir yang takut cahaya berasal dari fiksi bukan cerita rakyat. David tidak mengedarkan temuannya lebih lanjut. Meskipun ditolak oleh para ahli, teori itu mendapat perhatian dari media dan menjadi cerita yang populer.
Rabies
Rabies juga dikaitkan dengan cerita vampir. Dr Juan Gómez-Alonso, seorang neurolog di rumah sakit Xeral di Vigo, Spanyol, mengungkapkan kemungkinan tersebut dalam sebuah laporan di jurnal Neurology. Kelemahan terhadap Bawang putih dan cahaya bisa disebabkan oleh hipersensitivitas, yang merupakan gejala rabies. Penyakit ini juga bisa mempengaruhi sebagian otak dan berujung pada gangguan pola tidur (sehingga menjadi nokturnal) dan hiperseksualitas. Menurut legenda, seseorang tidak menderita rabies jika bisa melihat bayangannya sendiri di cermin (sebuah kiasan dari legenda bahwa vampir tak punya bayangan). Serigala dan kelelawar, yang sering diasosiasikan dengan vampir, bisa menjadi pembawa rabies. Penyakit ini juga bisa memicu penderitanya menggigit orang lain dan membuat mulutnya berbuih darah.
Psikodinamika
Dalam risalah pada tahun 1931 yang berjudul On the Nightmare, seorang psikoanalis asal Wales, Ernest Jones, menyatakan bahwa vampir merupakan simbol dari tindakan tidak sadar dan mekansime pertahanan diri. Cinta, rasa bersalah, dan kebencian adalah emosi yang memicu gagasan mengenai kebangkitan mayat dari dalam kubur. Karena kerabat yang disayangi telah meninggal, banyak orang yang mungkin membayangkan bahwa Almarhum juga pasti merindukannya. Dari hal ini munculah kepercayaan bahwa vampir dan mayat hidup mengujungi kerabatnya, terutama istri atau suami. Namun dalam kasus ketika ada rasa bersalah yang dikaitkan dengan suatu hubungan, keinginan untuk reuni kemungkinan digerogoti oleh kecemasan. Ini akan berujung pada represi, yang oleh Sigmund Freud dihubungkan dengan ketakutan yang tidak wajar. Ernest Jones menduga dalam kasus ini harapan awal yang berupa reuni (seksual) secara drastis digantikan oleh rasa takut; Cinta digantikan oleh kekejaman, dan sosok yang disayangi berganti menjadi sosok yang tak dikenal. Aspek seksual bisa muncul dan bisa juga tidak. Beberapa kritikus modern mengajukan sebuah teori yang lebih sederhana: Cerita mengenai vampir yang abadi muncul dari pikiran orang-orang yang takut akan kematian. Dengan membayangkan ada suatu makhluk abadi, mereka setidaknya untuk sementara lepas dari rasa takut itu.
Aspek seksualitas dari proses pengisapan darah dapat dilihat dalam kaitan dengan kanibalisme dan incubus. Banyak legenda menceritakan berbagai makhluk yang mengisap cairan tubuh korbannya, dan mungkin ada hubungannya dengan air mani. Ernest Jones menyebutkan bahwa ketika aspek seksualitas yang normal tertekan, bentuk yang lebih rendah bisa saja muncul, khususnya kekejaman; dia merasa kekejaman pada mulut adalah bagian dari perilaku vampir.
Interpretasi politik
Penciptaan kembali mitos vampir pada masa modern terjadi dengan adanya nuansa politik. Count Dracula yang aristokrat, sendirian di kastilnya dengan ditemani beberapa pengkikut gila, dan hanya muncul pada malam hari untuk memangsa penduduk desa, merupakan simbol dari rezim Ancien yang bagaikan parasit. Werner Herzog, dalam Nosferatu the Vampyre, memberikan kejutan yang ironis dalam interpretasi politiknya, yaitu ketika pahlawan agen lahan yasan muda dalam ceritanya menjadi vampir berikutnya; dalam kasus ini seorang borjuis kapitalis menjadi kelas parasit berikutnya.
Psikopatologi
Sejumlah pembunuh melakukan ritual seperti vampir terhadap korbannya. Pembunuh berantai Peter Kürten dan Richard Trenton Chase disebut sebagai "para vampir" di tabloid setelah mereka diketahui meminum darah orang-orang yang mereka bunuh. Pada tahun 1932, sebuah kasus pembunuhan yang tak terpecahkan di Stockholm, Swedia disebut "pembunuhan oleh Vampir", karena kondisi kematian dari korban-korbannya. Seorang Bangsawan wanita Hungaria pada akhir abad le-16 disebut-sebut melakukan pembunuhan massal dan digambarkan bahwa dia mandi dalam darah korban-korbannya untuk memperoleh kecantikan abadi.
Kelelawar vampir
Meskipun hewan ini sudah diceritakan dalam beberapa kebudayaan, tapi kelelawar vampir menjadi bagian dalam cerita vampir baru-baru ini. Kelelawar vampir mulai dimasukkan dalam cerita vampir ketika hewan ini ditemukan di daratan Amerika Selatan pada abad ke-16. Walaupun tidak ada kelelawar vampir di Eropa, kelelawar dan burung hantu telah sejak lama diasosiasikan dengan pertanda nasib dan supernatural, terutama disebabkan oleh perilaku mereka yang aktif pada malam hari, dan dalam simbolisme Inggris, kelelawar bermakna "Kesadaran atas kekuasaan kegelapan dan kekacauan".
Dari tiga spesies kelelawar vampir, semuanya merupakan endemi di Amerika Latin, dan tak ada bukti yang menunjukkan bahwa hewan ini pernah punya kaitan dengan Dunia Lama sehingga hampir tidak mungkin bahwa cerita vampir berasal dari kelelawar vampir. Kelelawar ini dinamai berdasarkan cerita vampir dan bukan sebaliknya; Oxford English Dictionary mencatat bahwa keterlibatan kelelawar vampir dalam cerita vampir di Inggris dimulai sejak 1734. Walaupun gigitan kelelawar vampir biasanya tidak berbahaya bagi manusia, hewan ini diketahui sering menyerang ternak dan bahkan manusia, dan seringkali meninggalkan tanda berupa dua bekas gigitan di kulit korbannya.
Dalam novel Dracula, tokoh fiksi Drakula beberapa kali berubah menjadi kelelawar, dan kelelawar vampir sendiri disebutkan sebanyak dua kali dalam novel itu. Kemampuan untuk berubah menjadi kelelawar juga muncul dalam Adaptasi filmnya, yaitu Dracula, tahun 1927, begitu juga dalam film Dracula tahun 1931, ketika Bela Lugosi berubah menjadi seekor kelelawar. Perubahan menjadi kelelawar dilakukan lagi oleh Lon Chaney Jr. dalam film tahun 1943, Son of Dracula.
Dalam fiksi modern
Vampir kini telah menjadi tokoh penting dalam fiksi populer. Fiksi seperti ini dimulai dengan puisi-puisi pada abad kedelapan belas lalu dilanjutkan dengan cerita pendek pada abad kesembilan belas, salah satu yang paling berpengaruh adalah The Vampyre (1819) karangan John Polidori, menceritakan vampir Lord Ruthven. Cerita Lord Ruthven juga diadaptasi menjadi drama. Tema vampir berlanjut dengan adanya judul-judul semacam Varney the Vampire (1847) dan puncaknya adalah novel Drakula, yang diterbitkan pada 1897 dan disebut sebagai novel vampir terbaik sepanjang masa.[
Seiring waktu, beberapa Atribut ditambahkan ke dalam cerita vampir: mitos taring dan kerentanan terhadap sinar matahari muncul pada abad ke-19, dengan Varney the Vampire dan Count Dracula memiliki gigi yang memanjang, dan vampir Nosferatu (1922) karangan Friedrich Wilhelm Murnau takut terhadap cahaya matahari. Jubah mulai digunakan dalam drama-drama tahun 1920-an, dengan kerah tinggi, yang diperkenalkan oleh dramawan Hamilton Deane, untuk membantu Drakula menghilang di panggung. Lord Ruthven dan Varney dapat menyembuhkan diri dengan cahaya bulan, meskipun hal ini tidak ditemukan dalam cerita tradisional. Keabadian merupakan salah satu sifat vampir yang sangat ditonjolkan dalam karya sastra dan film. Adalah mahal harga yang harus dibayar untuk keabadian, yakni keharusan untuk terus-menerus meminum darah.
Sastra
Vampir pertama kali muncul dalam puisi, seperti misalnya The Vampire (1748) karangan Heinrich August Ossenfelder, Lenore (1773) oleh Gottfried August Bürger, Die Braut von Corinth (Pengantin dari Korintus) (1797) oleh Johann Wolfgang von Goethe, Christabel oleh Samuel Taylor Coleridge dan The Giaour (1813) oleh Lord Byron. Byron juga disebut sebagai pembuat salah satu prosa pertama tentang vampir: The Vampyre (1819). Tetapi sebenarnya itu dibuat oleh dokter pribadi Byron, John Polidori, yang mengadaptasi kisah dari salah satu pasiennya. Kepribadian Byron sendiri oleh kekasihnya, Lady Caroline Lamb, dibuat menjadi sebuah roman berjudul Glenarvon (sebuah cerita fantasi Gothik yang didasarkan pada kehidupan liar Byron), dan menjadi inspirasi bagi Polidori untuk membuat tokoh vampir bernama Lord Ruthven. The Vampyre sendiri sukses di pasaran dan dianggap sebagai cerita vampir paling berpengaruh pada awal abad ke-19.
Cerita vampir dalam fiksi modern yang paling terkenal dan berpengaruh adalah Dracula (1897) karangan Bram Stoker. Dalam novel tersebut, vampirisme merupakan penguasaan setan yang bisa ditularkan, dengan rasa haus terhadap sex, darah, dan kematian, dan terjebak pada Eropa masa Victoria ketika tuberkulosis dan sifilis sangat umum. Ciri-ciri vampir dalam novel itu di kemudian hari ikut bercampur dan bahkan mempengaruhi cerita vampir tradisional, yang akhirnya menghasilkan vampir dalam fiksi modern. Dengan mengambil inspirasi dari karya-karya lama seperti The Vampyre dan "Carmilla", Stoker memulai riset untuk bukunya pada akhir 1800-an. Dia membaca buku The Land Beyond the Forest (1888) karangan Emily Gerard dan beberapa buku lainnya tentang Transilvania dan vampir. Di London, seorang teman memberitahunya cerita tentang Vlad Ţepeş, sang "Drakula hidup," dan Stoker pun memasukan tokoh itu ke dalam bukunya. Lima bab pertama buku itu dihilangkan ketika pertama kali terbit pada 1897, tetapi akhirnya diterbitkan pada 1914 dengan judul Dracula's Guest.
Salah satu novel vampir "ilmiah" yang pertama muncul adalah I Am Legend (1954) karangan Richard Matheson, yang menjadi dasar bagi film The Last Man on Earth (1964), The Omega Man (1971), dan I Am Legend (2007).
Pada abad ke-20, semakin banyak bermunculan fiksi vampir, contohnya seri Black Dagger Brotherhood karangan J.R. Ward, dan beberapa buku vampir yang populer dan mampu menarik minat remaja. Novel-novel sejenis roman paranormal, chick-lit vampir, dan cerita detektif okultisme vampir sungguh populer dan menjadi fenomena penerbitan kontemporer yang terus berkembang. Seri The Vampire Huntress Legend oleh L.A. Banks, seri erotis Anita Blake: Vampire Hunter oleh Laurell K. Hamilton, dan seri The Hollows oleh Kim Harrison, menggambarkan vampir dalam berbagai perspektif, beberapa bahkan tidak ada hubungannya dengan legenda asli vampir.
Masa akhir dari abad 20 ditandai dengan bangkitnya epik-epik vampir multivolume. Salah satu yang pertama muncul adalah seri Barnabas Collins (1966–71) oleh Marilyn Ross, yang sedikit didasarkan pada seri televisi Amerika Dark Shadows. Selain itu, juga muncul tren yang memandang vampir lebih sebagai pahlawan tragis yang puitis daripada sebagai perwujudan setan. Formula ini diikuti oleh Vampire Chronicles (1976–2003) karya Anne Rice yang sangat populer dan berpengaruh. Vampir dalam seri Twilight (2005–2008) karangan Stephenie Meyer tidak terpengaruh oleh Bawang putih dan salib, dan tidak terluka oleh cahaya matahari (meskipun cahaya matahari bisa memperlihatkan penampilan mereka yang tidak biasa).
Vampir kini telah menjadi tokoh penting dalam fiksi populer. Fiksi seperti ini dimulai dengan puisi-puisi pada abad kedelapan belas lalu dilanjutkan dengan cerita pendek pada abad kesembilan belas, salah satu yang paling berpengaruh adalah The Vampyre (1819) karangan John Polidori, menceritakan vampir Lord Ruthven. Cerita Lord Ruthven juga diadaptasi menjadi drama. Tema vampir berlanjut dengan adanya judul-judul semacam Varney the Vampire (1847) dan puncaknya adalah novel Drakula, yang diterbitkan pada 1897 dan disebut sebagai novel vampir terbaik sepanjang masa.[
Seiring waktu, beberapa Atribut ditambahkan ke dalam cerita vampir: mitos taring dan kerentanan terhadap sinar matahari muncul pada abad ke-19, dengan Varney the Vampire dan Count Dracula memiliki gigi yang memanjang, dan vampir Nosferatu (1922) karangan Friedrich Wilhelm Murnau takut terhadap cahaya matahari. Jubah mulai digunakan dalam drama-drama tahun 1920-an, dengan kerah tinggi, yang diperkenalkan oleh dramawan Hamilton Deane, untuk membantu Drakula menghilang di panggung. Lord Ruthven dan Varney dapat menyembuhkan diri dengan cahaya bulan, meskipun hal ini tidak ditemukan dalam cerita tradisional. Keabadian merupakan salah satu sifat vampir yang sangat ditonjolkan dalam karya sastra dan film. Adalah mahal harga yang harus dibayar untuk keabadian, yakni keharusan untuk terus-menerus meminum darah.
Sastra
Vampir pertama kali muncul dalam puisi, seperti misalnya The Vampire (1748) karangan Heinrich August Ossenfelder, Lenore (1773) oleh Gottfried August Bürger, Die Braut von Corinth (Pengantin dari Korintus) (1797) oleh Johann Wolfgang von Goethe, Christabel oleh Samuel Taylor Coleridge dan The Giaour (1813) oleh Lord Byron. Byron juga disebut sebagai pembuat salah satu prosa pertama tentang vampir: The Vampyre (1819). Tetapi sebenarnya itu dibuat oleh dokter pribadi Byron, John Polidori, yang mengadaptasi kisah dari salah satu pasiennya. Kepribadian Byron sendiri oleh kekasihnya, Lady Caroline Lamb, dibuat menjadi sebuah roman berjudul Glenarvon (sebuah cerita fantasi Gothik yang didasarkan pada kehidupan liar Byron), dan menjadi inspirasi bagi Polidori untuk membuat tokoh vampir bernama Lord Ruthven. The Vampyre sendiri sukses di pasaran dan dianggap sebagai cerita vampir paling berpengaruh pada awal abad ke-19.
Cerita vampir dalam fiksi modern yang paling terkenal dan berpengaruh adalah Dracula (1897) karangan Bram Stoker. Dalam novel tersebut, vampirisme merupakan penguasaan setan yang bisa ditularkan, dengan rasa haus terhadap sex, darah, dan kematian, dan terjebak pada Eropa masa Victoria ketika tuberkulosis dan sifilis sangat umum. Ciri-ciri vampir dalam novel itu di kemudian hari ikut bercampur dan bahkan mempengaruhi cerita vampir tradisional, yang akhirnya menghasilkan vampir dalam fiksi modern. Dengan mengambil inspirasi dari karya-karya lama seperti The Vampyre dan "Carmilla", Stoker memulai riset untuk bukunya pada akhir 1800-an. Dia membaca buku The Land Beyond the Forest (1888) karangan Emily Gerard dan beberapa buku lainnya tentang Transilvania dan vampir. Di London, seorang teman memberitahunya cerita tentang Vlad Ţepeş, sang "Drakula hidup," dan Stoker pun memasukan tokoh itu ke dalam bukunya. Lima bab pertama buku itu dihilangkan ketika pertama kali terbit pada 1897, tetapi akhirnya diterbitkan pada 1914 dengan judul Dracula's Guest.
Salah satu novel vampir "ilmiah" yang pertama muncul adalah I Am Legend (1954) karangan Richard Matheson, yang menjadi dasar bagi film The Last Man on Earth (1964), The Omega Man (1971), dan I Am Legend (2007).
Pada abad ke-20, semakin banyak bermunculan fiksi vampir, contohnya seri Black Dagger Brotherhood karangan J.R. Ward, dan beberapa buku vampir yang populer dan mampu menarik minat remaja. Novel-novel sejenis roman paranormal, chick-lit vampir, dan cerita detektif okultisme vampir sungguh populer dan menjadi fenomena penerbitan kontemporer yang terus berkembang. Seri The Vampire Huntress Legend oleh L.A. Banks, seri erotis Anita Blake: Vampire Hunter oleh Laurell K. Hamilton, dan seri The Hollows oleh Kim Harrison, menggambarkan vampir dalam berbagai perspektif, beberapa bahkan tidak ada hubungannya dengan legenda asli vampir.
Masa akhir dari abad 20 ditandai dengan bangkitnya epik-epik vampir multivolume. Salah satu yang pertama muncul adalah seri Barnabas Collins (1966–71) oleh Marilyn Ross, yang sedikit didasarkan pada seri televisi Amerika Dark Shadows. Selain itu, juga muncul tren yang memandang vampir lebih sebagai pahlawan tragis yang puitis daripada sebagai perwujudan setan. Formula ini diikuti oleh Vampire Chronicles (1976–2003) karya Anne Rice yang sangat populer dan berpengaruh. Vampir dalam seri Twilight (2005–2008) karangan Stephenie Meyer tidak terpengaruh oleh Bawang putih dan salib, dan tidak terluka oleh cahaya matahari (meskipun cahaya matahari bisa memperlihatkan penampilan mereka yang tidak biasa).
0 comments:
Post a Comment
komentar anda sangat penting utk kemajuan blog ini.trimakasih utk kunjungannya...